Dalam dua pekan berturut-turut jumlah pemohon baru tunjangan pengangguran di AS turun
| Reaksi para pialang di Wall Street atas naiknya harga saham (AP Photo/Richard Drew) |
|
VIVAnews - Indeks harga saham di bursa Wall Street berhasil melanjutkan kenaikan berkat munculnya kembali laporan positif atas pendapatan sejumlah korporat dan perkembangan pengangguran di Amerika Serikat (AS).
Di akhir transaksi Kamis sore waktu New York (Jumat dini hari WIB), indeks harga saham industri Dow Jones naik 122,05 poin (1,1 persen) menjadi 11.167,32. Dalam dua hari terakhir, indeks Dow kini sudah naik 175,33 poin.
Indeks Standard & Poor's 500 menguat 15,42 poin (1,3 persen) menjadi 1.206,78. Begitu pula dengan indeks komposit Nasdaq, naik 40,19 poin (1,6 persen) menjadi 2.511,92.
Para investor saham antusias mendengar laporan dari Departemen Tenaga Kerja AS bahwa jumlah pemohon baru tunjangan pengangguran per pekan lalu turun hingga menjadi 448.000 aplikan. Ini merupakan penurunan dalam dua pekan berturut-turut dan menjadi indikator penting untuk memperkirakan apakah tingkat pengangguran di AS kini bisa ditekan.
Selain itu, pasar pun menyambut baik munculnya lagi laporan pendapatan sejumlah korporat periode triwulan pertama tahun ini, yang menunjukkan hasil positif. Kali ini Motorola, Time Warner Cable, dan Starwood Hotels & Resorts mencatat hasil yang memuaskan.
Sentimen pasar sebelumnya juga terpengaruh oleh kabar bahwa Hewlett-Packard Co. membeli perusahaan ponsel pintar Palm Inc. senilai US$1,4 miliar. Akuisisi demikian merupakan pertanda bahwa ekonomi mulai pulih dan sektor korporat telah percaya diri mengeluarkan anggaran untuk memperluas bisnis.
"Bisnis kini sedang dalam posisi yang sangat kuat secara finansial," kata Doug Lockwood, pengamat dari Conerstone Wealth Management di Auburn, Indiana.
Namun, pelaku pasar saham tetap menaruh perhatian atas perkembangan krisis utang di Eropa - yang bermula dari Yunani, namun kini merambah ke Portugal dan Spanyol. "Krisis Yunani merupakan puncak dari gunung es bagi Uni Eropa," kata Guy LeBas, pengamat dari Janney Montgomery Scott di Philadephia.
Dia menilai bahwa krisis utang ini berpotensi mengganggu pemulihan ekonomi di Eropa dan meruntuhkan nilai tukar euro - mata uang yang selama ini dipakai 16 negara Uni Eropa, termasuk negara-negara yang terkena krisis utang. Pada akhirnya, krisis di Eropa turut menyusahkan AS dan negara-negara lain. (Associated Press) (hs)
• VIVAnews
0 comments:
Post a Comment