|
VIVAnews - Menanggapi permintaan GSM Association (GSMA) yang meminta penambahan alokasi spektrum untuk layanan mobile broadband, termasuk Long Term Evolution (LTE), pemerintah tidak mau sembarang mengambil keputusan.
Sementara ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak tergoda untuk membuatkan regulasi terkait penyelenggaraan teknologi LTE.
“Belajar dari pengalaman 3G, kami tentunya harus lebih hati-hati,” kata Gatot S Dewa Broto, kepala pusat informasi dan humas Kemenkominfo saat ditemui wartawan di Jakarta, Rabu 28 April 2010.
“Kami harus memastikan semua elemen di dalam ekosistem itu benar-benar siap menerima pembaruan teknologi. Setelah layanannya siap, baru diterbitkan regulasi untuk melindungi elemen yang terlibat,” ujar Gatot.
Menurut dia, pemerintah memiliki cukup pertimbangan untuk menerbitkan regulasi baru terkait datangnya layanan baru, seperti LTE. Misalnya, kajian akademik.
“Industri sih sekarang ini sangat mau dan menunggu-nunggu regulasi dan izin penyelenggaraannya. Tapi, ada beberapa poin yang perlu dipertimbangkan,” tuturnya.
Pertama, daya atau kemampuan masyarakat yang merata dalam menggunakan teknologi tersebut. Artinya, tidak sebatas bisa dinikmati oleh segmen-segmen tertentu, misalnya hanya segmen menengah ke atas yang berdomisili di kota-kota besar.
“Potensinya sebesar apa. Kalau belum bisa menjangkau masyarakat kelas bawah secara merata, sebaiknya kita kaji dulu. Jangan terburu-buru. Saya rasa kita semua sepakat jika Indonesia tidak ingin dicap sebagai negara sok jagoan. Padahal, masyarakat luas tak mampu menjangkaunya,” ucap Gatot.
Selain itu, dia menyinggung porsi tingkat kandungan dalam negeri untuk segala bentuk teknologi yang diadopsi dari luar Indonesia. “Untuk mengembangkannya harus ada keterlibatan pihak lokal. TKDN-nya harus tetap diperhatikan dan dijaga,” ucapnya. (art)
0 comments:
Post a Comment