|
VIVAnews - Danau Tanganyika, danau tertua kedua dan terdalam kedua di dunia, saat ini lebih hangat dibandingkan dengan kondisi temperatur pada 1.500 tahun lalu.
Inilah sebuah analisis baru yang dirilis oleh sebuah tim peneliti seperti ditulis di livescience.compada Minggu, 16 Mei 2010.
Danau yang terletak di Afrika Timur ini telah mengalami pemanasan yang belum pernah terjadi sebelumnya selama lebih dari satu abad terakhir. Bahkan, suhu di permukaan perairan juga mencapai rekor terpanas. Air hangat yang terkait dengan penurunan produksi ikan, kemungkinan akan berdampak pada stok ikan dimana jutaan orang yang bergantung pada danau ini.
Danau ini terbentuk ketika dua keping kerak benua terbelah, kemudian meluas hingga akhirnya menjadi cekungan selama jutaan tahun. Keretakan ini merupakan bagian dari celah raksasa di Afrika yang pada akhirnya disebut-sebut bisa menciptakan laut baru.
Kini, usia danau Tanganyika sekitar 13 juta tahun dengan kedalaman hampir satu mil atau 1,5 kilometer. Ini adalah danau terdalam kedua di dunia, setelah Danau Baikal di Siberia dengan kedalaman 1,64 kilometer.
Para peneliti mengambil sampel inti dari dasar danau, yang meletakkan sebuah sejarah suhu danau pada 1.500 tahun lalu. Ini adalah rekaman pertama terkait perubahan suhu danau dalam rentang waktu tersebut.
Saat diukur pada 2003, tingkat suhu rata-rata danau adalah 78,8 derajat Fahrenheit (26 derajat Celcius). Ini adalah suhu danau paling hangat dalam periode 1.500 tahun tersebut.
Danau Tanganyika juga mengalami perubahan suhu terbesar pada abad ke-20. Bahkan, perubahan suku tersebut telah mempengaruhi ekosistem unik yang terjadi secara alami. Biasanya, rantai makanan secara alami terangkat dari bagian kedalaman danau bergerak ke atas yang menjadi sumber makanan dan kehidupan bagi ikan-ikan.
"Data kami menunjukkan hubungan yang konsisten antara suhu permukaan danau dan produktivitas (seperti stok ikan)," kata ahli geologi, Jessica Tierney dari Brown University. "Ketika danau semakin hangat, kami perkirakan produktivitas ikan akan menurun. Itu akan mempengaruhi industri perikanan."
Pemanasan global diduga menjadi biang keladi produktivitas danau menurun karena telah menciptakan perbedaan kepadatan air secara mencolok. Air di permukaan menjadi jauh lebih hangat daripada air di kedalaman.
Secara alamiah, air dingin lebih padat daripada air hangat. Kini, air permukaan yang jauh lebih hangat dan kurang padat cenderung untuk menolak atau bercampur dengan air dingin di bawahnya. Ini mengakibatkan angin lebih sulit untuk mengaduk air, siklus nutrisi atau makanan, hingga oksigen antara bagian permukaan dengan bagian dalam danau.
Sejauh ini sekitar 10 juta orang tinggal dekat danau. Mencari ikan adalah mata mata pencaharian dan sumber makanan utama bagi penduduk di sekitar danau. Menurut laporan Proyek Keanekaragaman Hayati Danau Tanganyika pada 2001, sekitar 200.000 ton ikan sarden dan empat spesies ikan lainnya dipanen setiap tahun dari danau ini.
Danau Tanganyika berbatasan dengan Burundi, Republik Demokratik Kongo, Tanzania, dan Zambia. Menurut United Nations Human Development Index, empat negara tersebut termasuk dalam kategori negara-negara termiskin di dunia.
0 comments:
Post a Comment