Kedua orang tua Ruben van Assouw beserta kakaknya tewas akibat kecelakaan pesawat di Libya
| Ruben van Assouw, penumpang yang selamat dari kecelakaan pesawat (AP Photo/Andrew Medichini) |
|
VIVAnews - Bila kondisinya kian membaik, Ruben van Assouw boleh pulang ke Belanda, Sabtu 15 Mei 2010. Namun, dia tidak lagi ditemani oleh kedua orang tua dan kakaknya.
Ruben merupakan satu-satunya penumpang yang selamat dari kecelakaan pesawat maskapai Afriqiyah di Libya, Rabu 12 Mei 2010. Kecelakaan itu menewaskan 103 penumpang dan awak saat pesawat akan mendarat di Bandara Tripoli setelah menempuh penerbangan dari Johannesburg, Afrika Selatan.
Mungkin, di tengah tragedi itu, ada pihak yang sedikit bersuka cita atas selamatnya Ruben dan menyebut peristiwa itu sebagai mujizat. Namun, suka cita itu tidak dirasakan oleh Ruben.
Menurut laman stasiun televisi Sky News, dengan kondisi tubuh yang lemah dan kedua kaki yang masih remuk, Ruben sudah mengetahui dari paman dan bibinya, yang sudah tiba di rumah sakit di Tripoli, bahwa dia kini yatim piatu. Papa Patrick (40 tahun), Mama Trudy, (41), serta kakak Enzo (11) sudah lebih dulu meninggalkan dia.
Mereka saat itu tengah dalam perjalanan pulang setelah berlibur dan mengunjungi hewan-hewan liar di taman safari di Afrika Selatan. Namun, kecelakaan pesawat itu memisahkan Ruben dengan kedua orangtua dan kakaknya.
Ruben tampaknya anak yang cerdas dan memiliki mental baja . Menurut seorang diplomat Belanda, ketika pertama kali ditemukan oleh tim penyelamat di tengah puing-puing pesawat, Ruben tidak menangis. Kepada petugas yang menemukannya, Ruben justru berkata, "Holland! Holland!" Kemungkinan dia memberi tahu bahwa dirinya berasal dari Belanda.
Perkataan serupa juga disampaikan Ruben ketika menjawab pertanyaan pertama dari seorang wartawan harian Telegraaf. "Nama saya Ruben dan saya dari Belanda," kata dia seperti yang diungkap laman harian itu, Jumat 14 Mei 2010.
"Saya baik-baik saja, namun kedua kaki saya sangat sakit," lanjut Ruben dari ranjang rumah sakit. "Saya tidak tahu bagaimana sampai di sini dan saya tidak tahu apa-apa lagi. Saya benar-benar mau pulang," ujar Ruben, yang masih berusia sembilan tahun (bukan 10 tahun seperti yang diberitakan kalangan media sebelumnya).
Dia saat itu diwawancara melalui telepon seluler milik dokter yang merawatnya.
Belakangan, redaksi Telegraaf menerima kritik dari publik karena tidak bersikap sensitif dengan seenaknya mewawancarai seorang anak kecil seperti Ruben saat kondisinya masih belum pulih.
"Pihak kerabat meminta kepada media untuk menahan diri dan tidak mengganggu yang bersangkutan dan kerabatnya di tengah situasi yang tidak mengenakkan ini," kata seorang juru bicara Kementrian Luar Negeri Belanda.
Bila diperbolehkan pulang oleh dokter akhir pekan ini, Ruben beserta paman dan bibinya akan terbang dengan pesawat khusus ke pangkalan militer di Eindhoven. (umi)
• VIVAnews
0 comments:
Post a Comment